Informasi kenaikan biaya SPP terkesan disepelekan oleh pihak jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) Universitas Negeri Jakarta.
Masalah transparansi dana adalah masalah umum di Universitas Negeri Jakarta, apalagi ketika waktu pembayaran semesteran tiba. Setiap semester pasti ada civitas akademika yang mengeluhkan tentang kenaikan biaya yang tidak transparan atau yang tidak diberitahukan sebelumnya. Begitu juga yang terjadi dengan mahasiswa alih program Pendidikan Guru Sekolah Dasar Angkatan 2009 Universitas Negeri Jakarta yang memiliki masalah transparansi kenaikan dana di awal semester 092 ini.
Alih program adalah program pindahan bagi mahasiswa tamatan D2 PGSD. Mahasiswa alih program PGSD adalah mahasiswa yang melanjutkan studinya dari tingkat DII menjadi S1. Syarat-syarat alih program PGSD sendiri adalah lulusan DII PGSD, sudah mengajar, dan melampirkan berkas-berkas yang tercantum di formulir seperti surat keterangan narkoba, surat keterangan sehat, ijazah, dan transkrip nilai. Diadakan tes jika yang ingin melanjutkan studi ke S1 PGSD UNJ bukan mahasiswa UNJ. Tetapi jika yang ingin melanjutkan ke S1 PGSD UNJ adalah mahasiswa DII PGSD UNJ itu sendiri, mereka bisa secara secara otomatis melanjutkan ke S1.
Mahasiswa alih program Jurusan PGSD UNJ Angkatan 2009 dikagetkan dengan jumlah SPP yang tidak sesuai dengan perjanjian awal. Mahasiswa telah menerima surat edaran dari Biro Administrasi dan Akademik (BAAK) yang berisi informasi tentang biaya alih program yang berjumlah Rp.4.300.000,- untuk semester pertama (091) pada tanggal 5 Juni 2008. Untuk selanjutnya, SPP semester 092 berjumlah Rp.1.800.000,-. Surat edaran yang keluar dari BAAK itu ditandatangani oleh ketua BAAK, Dra. Desfrina.
Kenaikan biaya per semester tanpa sepengetahuan mahasiswa ini menimbulkan tanda tanya besar bagi mereka, bahkan sebagian besar mahasiswa sempat mogok bayaran. Mahasiswa tidak ingin begitu saja membayar SPP dengan kenaikan yang cukup signifikan tersebut, mengingat kejadian seperti ini baru pertama kali terjadi di jurusan mereka. “Angkatan 2008 selama ini belum ada kejadian seperti angkatan 2009. Sampai saat ini biaya kuliah masih sama,1,8 jt,” Fajri, mahasiswa alih program PGSD angkatan 2008 menanggapi kejadian ini. Mahasiswa angkatan 2009 meminta kejelasan kasus tersebut kepada Ketua Jurusan dan Biro Administrasi dan Akademik (BAAK).
Ketua Jurusan tidak tau apa-apa mengenai kenaikan biaya ini, setidaknya itulah yang dikeluhkan oleh NN, mahasiswa alih program PGSD. Ketua Jurusan malah menyuruh mahasiswa untuk menanyakan hal ini kepada BAAK. Ketidaktahuan Ketua Jurusan mengenai hal ini sangat disayangkan , mengingat Ketua Jurusan seharusnya adalah orang yang paling tau informasi apa yang ada di jurusannya, tidak terkesan melempar-lemparkan mahasiswa seperti bola begini.
Dengan memikul kekecewaan di bahu mereka, mahasiswa menanyakan kepada Ketua BAAK, Dra. Desfrina. Beliau menjelaskan bahwa dana ini adalah dana dan lain-lain yang selalu ada tiap semesternya. Tidak jelas apa yang dimaksud dengan dana dan lain-lain disini, mengingat setiap semester mahasiswa juga diwajibkan membayar dana dan lain-lain tanpa perincian. Lebih lanjut, beliau mengatakan bahwa SK tentang kenaikan biaya ini memang belum turun dari Fakultas. Hingga mahasiswa mulai bayaran awal Januari 2010, SK ini belum juga sampai di tangan BAAK dan Jurusan, sementara kenaikan biaya SPP sudah terjadi. Fakultas juga tidak bisa diwawancarai, karena Dekan FIP beserta jajaran staf nya sedang berada diluar kota. Ketimpangan informasi seperti ini semakin membuat mahasiswa bingung.
Merasa kurang puas dengan penjelasan ketua BAAK, mahasiswa juga meminta penjelasan dari Sekretaris Jurusan, Dra. Gusti Yarmi, M.Pd. Beliau mengatakan bahwa kenaikan biaya Rp.300.000,- tersebut adalah dana dan lain-lain yang selalu ada pada tiap semesternya. Pada semester lalu, dana ini berjumlah Rp.500.000,-. Namun, untuk semester ini, dana dan lain-lain ini hanya berjumlah Rp.300.000,-. Tidak jelas mengapa hanya Rp.300.000,- saja yang ditambahkan ke SPP, SekJur juga tidak bisa menjawab.
“Dana dan lain-lain ini untuk pengembangan laboratorium, bukan untuk kantong kita pribadi,” papar beliau. Beliau juga meminta maaf atas keterlambatan memberitahukan kenaikan biaya SPP ini kepada mahasiswa. Mengenai keabsahan dana ini, lebih lanjut beliau juga mengatakan bahwa SK untuk kenaikan biaya ini sedang ditelusuri oleh pihak jurusan. Sebelumya juga telah ada rapat mengenai kenaikan biaya ini antara Jurusan, Fakultas, dan BAAK. Namun mengenai keputusan hasil rapat tidak mengetahui. “Saya tidak ikut rapat, yang ikut rapat itu KaJur, jadi saya kurang tahu hasilnya,” jelas beliau. Aneh memang, apalagi Ketua Jurusan tidak bisa dimintai keterangan mengenai masalah ini. Sementara di satu sisi terbias adanya kurang sosialisasi antara Kajur dan Sekjur.
Mahasiswa yang pada awalnya mogok bayaran mulai bisa menerima penjelasan dari ketua jurusan dan BAAK. “Melihat adanya kecocokan penjelasan dari BAAK dan Ketua Jurusan, kita bisa menerima walaupun mendadak seperti ini,” papar NN lagi. Namun, mereka tetap kurang bisa menerima kenaikan biaya yang mendadak ini. Apalagi jika dibenturkan dengan limit waktu pembayaran yang memaksa mereka untuk tetap membayar jika ingin melanjutkan studi mereka.
Mahasiswa juga kelabakan mencari tambahan biaya Rp.300.000,- dalam tenggang waktu yang tidak lama itu. Mahasiswa sempat protes dan meminta kepada Sekretaris Jurusan untuk menurunkan biaya SPP kembali ke titik awal perjanjian, yaitu Rp.1.800.000,-. “Alhamdulillah SekJur mau mengusahakannya, tapi tidak menjanjikannya,” tambah mahasiswa alih program tersebut. Mereka tetap membayar Rp.2.100.000,- untuk semester ini, dengan catatan jika semester berikutnya biaya SPP tetap Rp.2.100.000,-, mahasiswa meminta Jurusan menunjukkan SK mengenai kenaikan biaya ini.
Pihak Jurusan maupun BAAK terlihat meremehkan keabsahan kenaikan biaya SPP sebesar Rp.300.000,- ini. Hal ini dapat dilihat mulai dari tidak jelasnya keberadaan SK tentang kenaikan biaya ini sampai pada saat pembayaran SPP awal Januari 2010, hingga Ketua Jurusan yang tidak bisa dimintai keterangan mengenai masalah ini. Ketika dikonfirmasi kepada Pembantu Rektor II Syarifudin, dia mengatakan bahwa tidak tahu-menahu tentang kenaikan biaya SPP itu. “Jadi kalau seandainya PGSD tidak punya SK Rektor, dia (PGSD) melanggar hokum,” dia menambahkan.
Kenaikan biaya ini seharusnya diinformasikan lebih awal kepada mahasiswa. Jurusan juga harus menilik alur SK tentang kenaikan biaya ini dari Fakultas. Ini dilakukan untuk mencegah timbulnya reputasi buruk terhadap jurusan sendiri. Waktu 6 bulan bukanlah waktu yang singkat untuk mempublikasikan kenaikan biaya SPP kepada mahasiswa. Jika mahasiswa sudah diberitahu sejak awal, dipastikan tidak akan ada kejadian mogok bayaran.
Pihak jurusan, fakultas, dan BAAK sudah seharusnya lebih transparan lagi kepada mahasiswanya, terutama masalah biaya yang urgent. Semua ini kembali lagi komitmen para petinggi jurusan. Mahasiswa mengharapkan tidak akan ada kejadian seperti ini lagi, baik di jurusan PGSD sendiri maupun jurusan-jurusan lain di Universitas Negeri Jakarta.


0 comments:
Post a Comment