Seingatku, ini malam selasa. Ditengah rintik hujan penenang malam aku hanya ingin menggoyangkan jemari, mengabadikan memori. Hari ini tepat dua bulan sejak aku menemukan kembali semangat hidup untuk tetap tinggal disini. Ya, Jakarta. Kota yang sempat membuatku merasa sendiri karena penghuninya yang individualis. Kota tempat aku menemukan banyak sekali perbedaan, memaksaku untuk mencari kesamaan agar tetap bertahan.
Dua bulan yang menyenangkan, aku bilang agar tidak berlebihan. Terimakasih, mungkin ia sudah cukup muak mendengarkan. Tetapi catatan ini bukan tentangnya, yang selalu ada dan memahami tanpa banyak aksi. Bukan, ia tidak ingin kubagi. Cukup aku saja.
Aku hanya ingin membagi sedikit perasaan yang sering bergejolak sejak aku terdampar di Ibukota ini. HOMESICK, istilah kerennya. Ya, aku rindu sekali dengan rumah malam ini. Aku rindu bercerita tanpa batas dengan bunda, bercanda dengan ayah yang tak pernah bosan dengan ocehanku, hingga girls-talk dengan adikku satu-satunya.
Aku rindu kakakku yang kini sudah mendapatkan cinta sejatinya. Aku rindu dengan keusilannya. Aku rindu istrinya, yang selalu bisa meredam amarahku. Ia mengajariku bagaimana menghadapi dunia yang keras ini dengan hati yang lembut. Aku sangat rindu pada Aira, keponakan satu-satunya. Aku rindu ocehan jenakanya yang tak beraturan, polah tingkahnya yang selalu membuatku tertawa. Aku rindu menciumnya…
Tuhan, aku tahu ini konsekuensinya. Engkau bilang hidup ini pilihan, dengan segala resiko dibaliknya. Teori-Mu sudah ku genggam. Aku memilih, dengan segala resiko seperti yang aku hadapi kini. Aku tahu di akhir hujan seperti malam ini, ada pelangi yang bisa kutemui. Meskipun ia sembunyi-sembunyi…
Jaga mereka, Tuhan, karena ragaku berada ribuan kilometer dari mereka. Itu saja.

0 comments:
Post a Comment